Software Belajar Jawi Tadika Puri
Any reader and speaker of Indonesian experiences the enormous amount of ab- breviati ons and acronyms. They are ev- erywhere: in newspapers, journals, books, on billboards, cars, street signs, flags, in text messages, you name it.
0.6 daily 0.6 daily 0.6 daily.
Indonesian ab- breviations are not only written down and read, but are also part and parcel of the spoken language, in particular slang and youth language. A popular hobby of many Indonesians is to invent (usually funny) abbreviations on the spot, or to create new meanings of well-established ones, thereby often crossing linguistic borders. KAMUS SINGKATAN INDONESIA editor: Agata Parsidi & Roger T ol dikumpulkan oleh Agata Parsidi, Erik Setio Brahmono, Venty Hartiny. Semua pembaca dan penu tur baha sa Indonesia akan menemukan singkatan dan akronim dalam jumlah yang sangat besar. Singkatan dan akronim ada di mana-mana: di surat kabar, jurnal, buku, papan reklame, mobil, rambu jalan, bendera, pesan teks, pada dasar nya di mana saja. Singkat an bahasa Indonesia tidak hanya ditulis dan dibaca, tetapi juga merupakan bagian yang lazim dari bahasa lisan, khususnya bahasa gaul dan bahasa anak muda. Adalah hobi populer dari banyak orang Indonesia untuk menemukan singkatan—biasanya lucu— secara spontan, atau menciptakan makna.
2 The use of abbreviations and acronyms constitutes an essential feature of the Indonesian language. While in active use all over the place, there is often a problem in understanding its meaning.
When asked, many people ad- mit that they do not know the meaning of the abbreviation they are reading, listening to, or even using themselves. Typically, this does not seem to matter much, but sometimes this lack of understanding can become problematic. In 1992 KITLV produced a dictionary explaining most of the abbreviations and acronyms used at that time (Parsidi 1992; containing 28.000 items).
A revised edi- tion was published two years later (Parsidi 1994; with a supplement containing an extra 5.400 items). Although there exist publi cat ions that expl ain abbr evia tions such as the superb dictionary of Stevens and Schmidgall-Tellings (2004), a more comprehensive approach has been lacking until now. With over 57.000 items, our new dic- tionary, briefly called.
In English, contains a much larger amount of data than the previous dictionaries. As a first step we incorporated all lemmas found in Parsidi 1994. Then we expanded upon this corpus by systematically collecting all abbrevia- tions and acronyms we came across in 46 baru dari singkatan dan akronim yang su- dah umum digunakan. Melintasi batasan linguistik adalah gejala biasa dalam proses kreatif itu. Penggunaan singkatan dan akronim meru- pakan ciri ese nsial dari bahasa Indonesia.
Sementara digunakan secara aktif di mana saja, sering ditemui masalah dalam me- mahami makna singkatan dan akronim itu sendiri. Ketika ditanya, ternyata banyak orang mengakui bahwa mereka tidak tahu arti singkatan yang mereka baca, dengar- kan, atau bahkan yang mereka gunakan sendiri. Biasanya hal ini tidak terlalu diper- soalkan, tetapi terkadang kurangnya pema- haman ini dapat menjadi masalah. Pada tahun 1992 KITLV sudah menyusun kamus yang memuat sebagian besar sing- katan dan akronim yang digunakan pada waktu itu (Parsidi 1992; berisi 28.000 sing- katan).
Edisi revisinya diterbitkan dua ta- hun kemudian (Parsidi 1994; dengan suple- men yang mengandung tambahan 5.400 singkatan). Meskipun di pasaran telah ada berbagai kamus, seperti kamus mengagu m- kan dari Stevens dan Schmidgall-Tellings (2004), pendekatan yang lebih komprehen- sif masih belum ada sampai saat ini.
Dengan lebih dari 57.000 singkatan, ka- mus baru kami dinamakan Kamus singka- tan Indonesia dalam bahasa Indonesia dan A dictionary of Indonesian abbreviations dalam bahasa Inggris. Kamus ini mengand- ung sejumlah lema yang jauh lebih besar dari kamus-kamus sebelumnya. Langkah pertama yang kami tempuh adalah meng- gabungkan semua lema yang ada dalam Parsidi 1994. Kemudian kami memperluas. 3 Indonesian newspapers and journals during a eighteen-month period. It is fair to say that this whole corpus represents the actual use of abbreviations and acronyms in the Indonesian mass media during the peri- ods 1990-1994 and mid-2007-2008.